Perhatian : Pengutipan berita Portal Riau Terkini harus mencantumkan nama Portal Riau Terkini dan izin dari Admin : BURHAN, atau kami akan menuntut secara hukum sesuai @UU Hak Cipta.

Kamis, 01 Mei 2014

Asal Mula Tanjung Kapal Rupat










By : Burhan
          Alkisah pada zaman dahulu ada seorang orang tua yang sebelumnya tidak diketahui dari mana asalnya hidup suatu tempat yang sekarang bernama Tanjung Kapal. Dia hidup dengan sendirinya dengan pakaian yang compang camping dan hanya sehelai di badan. Dia hidup didalam istananya yang bertiang nibung empat sudut berlantai dan bertiang bambu dan ber atap rumbia.
          Terlihat di sekeliling rumahnya terdapat beberapa jenis tanaman sayuran yang sengaja ditanamnya untuk keperluan hidupnya sehari-hari. Tidak jauh dari itu terlihat tungku masak dan timbunan kayu api di sebelah belakang gubuknya dan tidak jauh dari timbunan kayu api tersebut terlihat sebuah sumur dan airnya sangat jernih.
          Sekali-kali terlihat di dapur orang tua itu terlihat berasap, ternyata orang tua itu sedang memasak. Orang tua itu bernama tuk ‘Sulung’.
          Keseharian tuk Sulung tidaklah tentu, terekadang kelaut dan terkadang ke hutan. Dia pergi ke hutan untuk mencari kayu untuk memasak. Dan ternyata orang tua ini juga pandai menangkap burung. Sambil mencari kayu api tuk Sulung membawa getah para dan diletakkannya di atas sepotong kayu, apabila burung hinggap di kayu tersebut maka burung tersebut akan lengket.
          Tuk Sulung tidak dapat memujurkan nasibnya, terkadang dia banyak mendapatkan burung, terkadang dia hanya mendapat dua ekor atau satu ekor burung saja.Suatu hari dia pergi ke hutan dengan sebilah parang bangkungnya dengan sedikit getah para yang dibungkusnya dengan daun talas. Sambil kakinya melangkah matanya menoleh kesana kemari melihat dimana banyak burung yang berterbangan. Di selah-selah pohon besar banyak burung yang berterbangan dan hinggap di dahan pohon tersebut. Sabil menunggu mangsanya tertangkap tuk Sulung mencari kayu untuk keperluan hidupnya sehari-hari.
Setelah hampir satu ikat kayu yang di carinya dia menoleh kearah dimana dia meletakan gelah para tadi. Seekor burung punai besar lengket di perangkapnya. Dengan tidak pikir panjang lagi dia langsung mengejar burung tersebut. Tapi akhirnya burung tersebut lepas dan terbang. Dengan demikian dia memukulkan tangannya ke tanah sebagai tanda kekecewaannya.          Hari pun Sudah hampir siang dia memikul kayu yang di carinya tadi dan dibawa pulang. Sampai dirumah dia bersandar di tiang rumahnya dia berfikir untuk keesokan harinya ingin pergi kelaut untuk memancing ikan. Dia berpikir menangkap burung adalah pekerjaan yang sangat membosankan dan dia berpikir menangkap ikan lebih mudah.
          Siang pun berlalu matahari yang tadinya diatas kepala sekarang sudah condong kebarat lama kelamaann mataharipun tenggelam. Keesokaan harinya dia pergi kelaut untuk memancing, dipinggir pantai ada sebuah sampan kempang miliknya, sampan itu tidaklah besar dan umur sampan itu sudahlah lama terlihat di bagian tepi sampan tersebut yang sudah dimakan bubuk. Didalam sampan tersebut terdapat sepasang dayung dan sebuah tempurung kelapa untuk pembuang air dari sampan tersebut, maklum karna sampan tersebut sudah banyak yang bocor. Sampan itu terbuat dari batang kayu yang besar.
Alkisah tuk Sulung pun naik kesampan tersebut. Dia melepaskan tali ikatan sampan tersebut dan mendayungnya ke arah barat yang konon sekarang di sebut ‘Tanjung Kapal.          Tak heran sekali-kali topi tuk Sulung yang terbuat dari ayaman bambu di hembus oleh angin laut. Tuk Sulung membawa dua buah joran pancing yang terbuat dari bambu. setelah beberapa saat berdayung sampailah tuk Sulung di suatu tempat di depan Tanjung, ombak yang bergelombang membuat sampannya berayun-ayun.          Tuk Sulung mulai memasang umpan dan mulai memancing, pekerjaan tersebut haruslah sabar. sambil menunggu ikan memakan pancingnya tuk Sulung bersiul-siul. Terlihat sekali-kali kapal juragan dari luar negeri masuk ke kuala sungai Dumai yang membawa barang dagang miliknya.
          Tak lama kemudian seekor ikan memakan pancingnya tuk Sulung sibuk didalam sampan nya dan berteriak ‘iiiikaaaan besaarr’…..          Tapi sialnya joran pancing miliknya tersebut patah. ‘alamaakk sial betl nasib datuuk ni..tapi tak apalah kan masih ada satu pancing lagi. Tuk Sulung pun memancing kembali tapi kali ini dia beruntung, ia mendapat ikan Semilang besar. ‘ ini baru elok nasib datuk…mujur tak mujur pulak.. ahh.. bisalah untuk lauk datuk nanti, kayu api sudah ada di rumah, tinggal datuk panggang aja lagi ikan ne….’
           Setelah beberapa ekor ikan yang di dapatnya, dia bermaksud untuk membawa pulang ikannya dan segera memanggangnnya. Tuk Sulung pun melepaskan tali sampannya yang di ikat di salah satu batang pohon yang ada diTanjung tersebut.          Ketika mulai berdayung, tiba-tiba terdengar bunyi ‘kkrrrraaakk…’ tuk Sulung pun terkejut. Ohh.. ternyata dayung datuk patah pulak. Maklumlah dayung dah lamo.. terpaksalah datuk cari kayu dulu untuk menggantikan dayung yang patah ne..
          Alkisah tuk Sulung pun pergi ke daratan Tanjung tersebut untuk mencari kayu sebagai ganti dayungnya yang patah. Sekali-kali kakinya tersandung di akar kayu bakau matanya menoleh kekiri dan kenan untuk mencari kayu yang lurus yang sesuai untuk dayungnya. Dan akhirnya mata tuk Sulung tertuju pada sebatang pohon, dia pun menakik-nakik kayu tersebut dan mengambilnya.
          Setelah dia mengambil kayu tersebut diapun menggeleng-gelengkan kepalanya. ‘ kayu ne tak suai pulak.. masalah nyo kayu ne bengkok pulak,..terpaksalah datuk cari kayu yang lain.
          Dia pun melangkah kearah depan untuk mencari kayu yang lebih cocok untuk dayungnya. Tepat disebelah kanan tuk Sulung ada sebuah kayu yang besar dan dibawahnya terdapat sebatang kayu kecil yang lurus, tuk Sulung pun melangkah kaki nya untuk menebang kayu tersebut.Alkisah sambil menebang kayu darah merah berceceran dari atas pohon yang besar tersebut ntuk Sulung menoleh keatas tapi dia tidak melihat apa-apa namun darah tersebut terus menetes. Rasa takut pun timbul di hati tuk Sulung dan terlihat mulutnya komat-kamit.          Tuk Sulung memegang parangnya lebih erat dan dia  membalikan badannya dan berlari sekuat tenaga. Tiba-tiba langkahnya terhenti, di belakangnya terlintas orang yang berlari. Orang itu berjubah putih dan bersorban, sekujur tubuh tuk Sulung terlihat menggigil, terlihat dia menalan air liurnya.
          Orang berjubah putih tersebut berkata ‘ jangan takut hai orang tua…saya tidak akan mengganggu mu..’Ssssiapaa kau…..????. sahut tuk SulungSaya penunggu Tanjung ini !!!. sahut orang berjubah tersebut..          Tiba-tiba bayanngan tersebut lenyap, tanpa basa-basi lagi tuk Sulung berlari kearah sampannya dan pergi dari Tanjung itu. Tuk Sulung terlihat kewalahan mendayung sampannya melawan arus, apalagi dayung yang di pakainya Cuma satu.
          Setelah kejadian itulah orang-orang mengetahui di Tanjung tersebut ada penunggunya. Bukan hanya tuk Sulung saja yang mengalami kejadian itu, kapal dagang yang terkadang melintas di Tanjung tersebut orang yang berjubah putih duduk di atas kerbau besar yang berwarna hitam yang berkeliaran di Tanjung tersebut.
          Ssetelah kejadian tersebut tuk Sulung merasa takut hendak melintas di Tanjung tersebut. Apabila tuk Sulung ingin memancing, dia hanya memancing di daerah teluk saja (sekarang di daerah Jeram). Ia tidak pernah lagi memancing di Tanjung.
          Pada suatu hari tuk Sulung pergi kedapur rumahnya, dia melihat di dalam tempayannya tidak ada apa-apa lagi. Sayur mayur yang di tanamnya di sekeliling rumahnya tersebut pun sudah abis. Mau tidak mau tuk Sulung harus pergi memancing untuk mencari ikan sebagai lauknya.
          Tuk Sulung mengambil parang dan pergi kebagian belakang rumahnya untuk mencari cacing sebagai umpan pancingnya. Setelah peralatan pancingnya lengkap, dia pergi kepantai mengambil sampannnya dan pergi memancing          Alkisah sampailah tuk Sulung di teluk. Tuk Sulung pun mulai memancing. Akan tetapi cuaca tidak mendukung, hujan panas pun turun, terlihat dari jauh sebuah kapal yang membawa barang dagang dari luar negeri, kilat dan petir pun sekali-kali menyambar.
          Tiba-tiba kilat menyambar terdengar suara petir yang seperti ingin membelah langit. Hujan panaspun terus-menerus turun, tiba-tiba muncul Jin yang sangat besar dari Tanjung tersebut sangking besarnya jin tersebut kaki kiri jin menginjak Tanjung, dan kali kanannya menginjak kapal dagang di kuala sungai Dumai yang bernama “Naga Berlian”, dan akhirnya kapal tersebut tenggelam.
          Tuk Sulung  yang menyaksikan kejadian tersebut membuat mulutnya berkata. “ mmmulai sekarang tannjuung inii aku beri nama Tanjung Kapal………!!!!!!Setelah kejadian tersebut, maka Tanjung tersebut di kenal dengan nama Tanjung Kapal. Konon para nelayan yang singgah di Tanjung tersebut mulai membuat perkampungan, banyak juga orang-orang dari kampung lain pindah di Tanjung Kapal. Terutama warga teluk mas (bagian hulu darul aman). Maka sampai sekarang terbentuklah sebuah kampung yang ramai penduduknya.          Tanjung tersebut sekarang masih ada, yaitu di sebelah kanan pelabuhan RORO Tanjung Kapal. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Tanjung tersebut merupakan istana jin yang menunggu Tanjung itu. 

Biografi penulis
        Burhan, melarutkan dirinya dan menekuni seluk beluk budaya melayu, khususnya melayu Riau. Minatnya yang besar mendorong dirinya untuk menulis buku “ asal mula Tanjung Kapal” ini.
            Burhan anak pertama dari tiga bersaudara di lahirkan di Tanjung Kapal, pada 24 Februari 1993. Dia mulai aktif di seluk beluk budaya melayu sejak dari SD. Kegiatan-kegiatann yang pernah di ikutinya antara lain :
1.      Sanggar zapin berkah ilahi (Tanjung Kapal)
2.      Persatuan kompang Tanjung Kapal
3.      Zapin MA aridho Batu panjang.
4.      Dan beberapakali meeraih juara pada acara helat seni di kabupaten Bengkalis
Dia juga pernah berkreatifitas dalam lomba mendongeng. Pernah meraih juara satu zapin kreasi dan juara dua zapin tradisional (2009) dan juara dua zapin tradisional (2010) kabupaten Bengkalis. Saat ini dia duduk di bagku kuliah di Politeknik Negeri Bengkalis.

Biografi narasumber
Nenek ‘maryam’, lahir pada tanggal 10 September 1938 di bagan siapi-api. Beliau pernah tinggal dan berpendidikan di batu 18 simpang tiga sungai raya Malaysia. Diwaktu mudanyua dia aktif di seluk-beluk budaya melayu dan juga sebagai pengandam pengantin.
      Nenek maryam mengetahui banyak cerita rakyat dan dia sering bercerita kepada anak cucunya. Nenek ini juga termasuk orang yang pertama kali bermukim di Tanjung Kapal dan saat ini juga berdomisili di desa Tanjung Kapal. 

1 komentar:

Hendri Gunawan mengatakan...

botol ko nyo?

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons